Sabtu, 17 November 2012

PULANG KAMPUNG

Warna Itu Ternyata Berwarna-warna 1. Pembukaan Pagi itu Pak Jufri bersenandung ria. Perasaannya sedang senang, pasti. Senandung yang keluar dari tenggorokannya tidak terlalu nyata, namun dari nadanya dapat saya pastikan, lagu yang dinyanyikannya adalah ‘Makhluk Tuhan Paling Seksi’ dari Mulan Jameela. Kadang terdengar liriknya coba dilafazkan. Namun melenceng kemana-mana, tidak sesuai lagi dengan aslinya. Dengan sekenanya, Pak Jufri meneruskan lagu tersebut (tanpa rasa berdosa), sambil membenahi meja kantornya, untuk kemudian menuju kelas. Mengajar. Saya sengaja membuntutinya dari belakang, karena lokal tempatku mengajar bersebelahan dengan lokalnya Pak Jufri. Sampai di pintu masuk, Pak Jufri baru menghentikan senandungnya Mulan yang telah dirusaknya. Pak Jufri tidak hafal lagunya Mulan? Sebetulnya tidak begitu masalah. Tidak hafal juga tidak apa-apa. Toh sebentar lagi pudar dan punah dari peredaran. Dilupakan. Tapi kalau ‘Pelangi’ atau ‘Balonku’ tidak tahu, itu baru kuper, kurang gaul. Atau malah tidak pernah bergaul sama sekali ketika kanak-kanak. Lalu, apanya yang istimewa dari ‘Pelangi’ dan ‘Balonku’? Selain sederhana dan mudah diingat, lagu tersebut juga memperkenalkan pengetahuan warna sejak dini kepada siapa saja yang menyanyikannya. Sangat humaniora dan membumi. Bicara tentang warna, banyak sekali yang harus dikupas tentang masalah yang satu ini. Warna adalah bahagian dalam kehidupan di keseharian kita. Bayangkan jika tidak ada warna di alam ini. Pasti tidak terbayangkan. Memang sulit untuk dibayangkan, karena salah satu persyaratan setiap benda baru berwujud dan dikenal jika ada dimensi warna pada permukaannya. Dapatkah Anda membedakan mangga matang dangan yang sudah ranum atau busuk tanpa bantuan warna? Sifat warna dalam hal ini untuk memperjelas objek yang disajikan. Apalagi jika sedang kampanye pemilu. Semakin bewarna. 2. Warna Sebagai Unsur Desain Warna sebetulnya merupakan salah satu unsur sebuah desain, di samping garis, bidang, bentuk, dimensi, ruang, tekstur, nada (gelap terang), dan arah. Sebagai sebuah unsur desain, tentu ada kaedah-kaedah tertentu yang harus diperhatikan sebagai pedoman bagi seorang desainer. a. Lingkaran Warna Lingkaran atau piring warna adalah susunan melingkar (siklus) dari beberapa warna pokok (primer) dan beberapa warna turunannya (sekunder). Warna primer atau warna pokok adalah warna-warna yang tidak dapat dihasilkan dari pencampuran warna lainnya. Dari pengertian di atas maka hitam, putih, emas dan perak dapat dimasukkan dalam kategori warna pokok. Namun karena hitam, putih, emas dan perak tidak menampakkan kroma tertentu, maka warna-warna tersebut danggap bukan warna. Bahkan sebahagian orang ada yang mengelompokkan hitam dan putih sebagai ‘warna netral’, dapat dipasangkan sebagai penetralisir bagi warna apapun. Dengan alasan tersebut, maka warna pokok hanya terdiri dari warna kuning, merah dan biru. Skema warna di atas dikenal juga dengan skema warna triadic karena masing-masing warna tersebut terletak pada titik sudut segitiga sama kaki dalam lingkaran warna. Apabila dua warna pokok dicampurkan dengan kadar yang sama (100% : 100%), maka dihasilkan sebuah warna baru yang dinamakan warna ke dua (sekunder; dari kata second) atau warna turunan. Dari percampuran warna merah dan kuning menghasilkan warna oranye, merah dengan biru menghasilkan ungu, sedangkan biru dengan kuning kita dapati warna hijau. Oranye, ungu dan hijau adalah warna sekunder. Di antara merah dan ungu, masih terdapat jutaan gugus warna merah keungu-unguan atau ungu kemerah-merahan yang tidak terhingga banyaknya. Demikian juga antara ungu dan biru, kuning dan oranye, oranye dan merah, biru dan hijau serta hijau dengan kuning. Rentangan warna yang bersebelahan yang berjumlah jutaan tersebut dinamakan ‘Warna Analogus’. Warna yang berdekatan ini sering juga dinamakan warna-warna harmonis dan senada (matching), seperti kuning merentang hingga hijau. Hijau merentang hingga biru. Biru merentang hingga ungu, dan seterusnya. Kesan kontras dapat dilihat jika warna komplementer ini didekatkan satu dengan yang lainnya. Jika dalam penampilan (busana) warna ini tabu untuk disandingkan, namun dalam desain grafis (cetak) atau desain grafis multimedia, para desainer terkadang sengaja menempatkan warna-warna ini dalam satu frame agar media tersebut mempunyai greget dan tekanan (emphasis). Sebagai contoh dapat kita lihat beberapa ilustrasi di bawah ini: Dari contoh di atas dapat kita analisa, seandainya merah dengan hijau (sebaliknya) didekatkan, paling tersamar sosoknya dibandingkan dengan perpaduan warna yang lainnya. Hal itu disebabkan kroma yang tidak cukup untuk saling menunjang dalam memberi tingkat kecerahan satu dengan yang lainnya. Untuk menyiasati hal ini, para desainer biasanya memberikan hitam atau putih sebagai penetralisir (penengah) agar ke dua warna ini tidak saling ngotot. Karena hitam masih terlalu ‘gelap/berat’ untuk bisa mengangkat kroma ke dua warna ini, maka alternatif ke dua dicoba yaitu dengan memasukkan putih. Lihat hasilnya. Kadang desainer kurang suka muncul ketegasan kontur dalam warna penetralisir tersebut. Dalam kasus ini, muncullah istilah outer glow. Efek outer glow memberi kesan pencahayaan (sign) yang datang dari belakang huruf (font). Kalaupun hitam ingin dimasukkan sebagai penetralisir, sebaiknya diletakkan pada bahagian bayang-bayang benda (shadow). Ini bisa lebih mempertegas sosok benda/font tersebut agar lebih terlihat nyata. Strategi ini rasanya cukup ampuh untuk menampik teori yang selama ini berkembang bahwa jika warna komplementer didekatkan akan terlihat norak, mblereng dan membaur secara kacau. Memang masih terlihat ada yang mengganjal dan kurang sedap dipandang, namun dapat diminimalisasi kesan negatif tersebut dengan munculnya warna-warna netral. a. Tint dan Shade Bicara putih dan hitam, tanpa terasa kita memasuki pembahasan ‘Tint dan Shade’. Tint adalah unsur putih yang dimasukkan ke dalam salah satu warna di antara gugus lingkaran warna. Semakin banyak unsur putih dimasukkan ke dalam warna yang lain, maka warna yang lain tersebut semakin pucat. Kesannya melembut, seperti merah akan terlihat pink, biru terkesan menjadi biru muda dan sebagainya. Jika direntang, maka pengaruh tint ini akan memunculkan warna analogus (masih ingat pengertian warna analogus?) sejuk. Sedangkan shade adalah warna yang telah dicampur hitam. Warna-warna shade terkesan memberat, kusam, jorok dan dekil. Namun jika ditempatkan dengan tepat, hasilnya akan terlihat lain. Implementasinya dapat kita lihat di bawah ini. Yang diberi tint adalah tulisan/font sebagai latar depan (front ground) dan yang diberi shade adalah latar belakang (back ground). Jatuhnya shade berada sebelah kanan bawah. Hal ini disengaja karena nuansa tint dari warna biru dimulai dari bawah. Dengan demikian sosok tulisan tersebut terlihat nyata bila dibaca jika shade (shadow) diletakkan sebelah bawah. Coba Anda praktikkan untuk alternatif yang lain. a. Intensitas / Value Tint dan shade memberikan value/intensitas yang dapat dimanfaatkan sebagai efek gelap terang pada sebuah benda. Dengan pemberian tingkatan value tertentu, maka dimensi benda dapat dimanipulasi sehingga terlihat benda tersebut seolah memiliki tonjolan (emboss) dan kedalaman (dimensi). Bagi desainer grafis multimedia, efek ini sering diterapkan pada bar, tombol (button), icon, atau untuk banner, dan sebagainya, sehingga terkesan realis. Efek tiga dimensi ini dapat dimunculkan dengan hanya mengolah warna karena sifat warna itu sendiri yang memiliki hue, value, dan chroma. Hue menunjukkan dimensi mendatar dalam rentangan warna, value menunjukkan nada/tone (berat dan ringan) warna, seperti halnya shade dan tint. Chroma (kroma) menunjukkan kemurnian dan tingkat kecemerlangan warna. Warna yang murni (tidak dicampur dengan warna lain) tampak cemerlang dan jernih, sedangkan bila tercampur terlihat kurang cemerlang, redup. Warna-warna cemerlang tampak mendekat, sedangkan warna-warna redup tampak statis atau cenderung menjauh. Maka kroma menunjukkan dimensi ke depan dan ke belakang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar